h1

Bab 2 Penalaran Gorys keraf

April 1, 2012

TUGAS bahasa indonesia

 “tugas 2”

 

 

Disusun Oleh:

NAMA : MUHAMAD IQBAL

NPM : 24109157

KELAS : 3KB05

UNIVERSITAS GUNADARMA

SISTEM KOMPUTER

2012

BAB

1

PENDAHULUAN

  1. LATAR BELAKANG

Penalaran (reasoning, jalan pikiran) adalah suatu proses berpikir yang berusaha menghubung-hubungkan fakta-fakta atau evidensi-evidensi yang diketahui menuju kepada suatu kesimpulan. Bila kita bandingkan argumentasi dengan sebuah bangunan, maka fakta, evidensi, dan sebagainya dapat disamakan dengan batu bata, batu kali, semen, dsb. Sedangkan proses penalaran itu sendiri dapat disamakan dengan bagan atau arsitektur untuk membangun gedung tersebut. Penalaran merupakan sebuah proses berpikir untuk mencapai suatu kesimpulan yang logis. Penalaran bukan saja dapat dilakukan dengan mempergunakan fakta-fakta yang masih berbentuk polos, tetapi dapat juga dilakukan dengan mempergunakan fakta-fakta yang telah dirumuskan dalam kalimat-kalimat yang berbentuk pendapat atau kesimpulan. Kalimat-kalimat semacam ini, dalam hubungan dengan proses berpikir tadi disebut proposisi. Proposisi dapat kita batasi sebagai pernyataan yang dapat dibuktikan kebenarannya atau dapat ditolak karena kesalahan yang terkandung di dalamnya. Sebuah pernyataan dapat dibenarkan bila terdapat bahan-bahan atau fakta-fakta untuk membuktikannya. Sebaliknya sebuah pernyataan atau proposisi dapat disangkal atau ditolak bila terdapat fakta-fakta yang menentangnya.

 

  1. B.     TUJUAN

Buku ini amat banyak manfaatnya bagi para mahasiswa, terutama dari fakultas ilmu-ilmu budaya dan ilmu-ilmu sosial, karena ia memberikan dasar-dasar untuk mengemukakan pendapat dan pikiran secara argumentatif, sistematis, logis dan kritis, baik lisan maupun dalam tulisan. Di samping itu, buku ini pun akan banyak membantu para mahasiswa dalam penyusunan paper maupun skripsi.

 

BAB

2

TINJAUAN PUSTAKA

 

Menurut Buku ‘Argumentasi dan Narasi’ karya Gorys Keraf, Argumentasi adalah suatu bentuk retorika yang berusaha untuk mempengaruhi sikap dan pendapat orang lain, agar mereka itu percaya dan akhirnya bertindak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh penulis atau pembicara. Melalui argumentasi penulis berusaha merangkaikan fakta-fakta sedemikian rupa, sehingga ia mampu menunjukkan apakah suatu pendapat atau suatu hal tertentu itu benar atau tidak.

misalnya topik ‘perguruan tinggi’. Melalui argumentasi, penulis menyatakan pendiriannya agar diadakan perubahan dan perbaikan, atau bagaimana seharusnya kebijaksanaan pendidikan di perguruan tinggi. Argumentasi merupakan dasar yang paling fundamental dalam ilmu pengetahuan. Dan dalam ilmu pengetahuan, argumentasi tidak lain adalah usaha untuk mengajukan bukti-bukti atau kemungkinan-kemungkinan untuk menyatakan sikap atau pendapat mengenai suatu hal.Sementara narasi berusaha menjawab pertanyaan “Apa yang telah terjadi?” Suatu bentuk wacana yang sasaran utamanya adalah tindak-tanduk yang dijalin dan dirangkaikan menjadi sebuah peristiwa yang terjadi dalam suatu kesatuan waktu. Atau dapat juga dirumuskan sebagai berikut: narasi adalah suatu bentuk wacana yang berusaha menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang telah terjadi.

Agar para pembaca dapat diyakinkan mengenai maksudnya itu, penulis harus mengemukakan pula bukti-bukti untuk memperkuat pendirian atau pendapatnya itu. Dasar sebuah tulisan yang bersifat argumentatif adalah berpikir kritis dan logis. Untuk itu, penulis harus bertolak dari fakta-fakta atau evidensi-evidensi yang ada. Disamping memerlukan penjelasan, argumentasi memerlukan juga keyakinan dengan perantaraan fakta-fakta itu. Oleh sebab itu, penulis harus meneliti apakah semua fakta yang akan dipergunakan itu benar, dan harus meneliti pula bagaimana relevansi kualitasnya dengan maksudnya. Pada hakikatnya, evidensi adalah semua fakta yang ada, semua kesaksian, semua informasi, atau autoritas, dan sebagainya yang dihubung-hubungkan untuk membuktikan suatu kebenaran. Dalam argumentasi, seorang penulis boleh mengandalkan argumentasinya pada pernyataan saja, bila ia menganggap pembaca sudah mengetahui fakta-faktanya, serta memahami sepenuhnya kesimpulan-kesimpulan yang diturunkan daripadanya. Evidensi itu berbentuk data atau informasi, yaitu bahan keterangan yang diperoleh dari suatu sumber tertentu, biasanya berupa statistik, dan keterangan-keterangan yang dikumpulkan atau diberikan oleh orang-orang kepada seseorang, semuanya dimasukkan dalam pengertian data (apa yang diberikan) dan informasi (bahan keterangan). Penalaran merupakan sebuah proses berpikir untuk mencapai suatu kesimpulan yang logis.

 

Pada Bagian Pertama, yakni Argumentasi, Dr. Gorys Keraf menguaraikan: bagaimana menyusun penalaran yang logis dan kritis, metode induksi dan deduksi, bagaimana mengadakan penilaian atau penolakan terhadap pendapat orang lain, penyusunan tulisan yang argumentatif, dan juga mengenai persuasi. Sedangkan pada Bagian Kedua, yaitu Narasi, penulis membahas: bentuk-bentuk narasi, strukur narasi, struktur perbuatan, makna sebuah narasi dan sudut pandangan. Kesemuanya itu diuraikan secara terperinci dan sistematis, lengkap dengan contoh-contoh (dan kadang-kadang juga disertai skema-skema) yang jelas dan mudah dimengerti. Ditulis oleh ahli bahasa terkemuka di Indonesia, Dr. Gorys Keraf, Argumentasi dan Narasi sangat bermanfaat, terutama bagi mahasiswa. Buku ini membantu mahasiswa dalam penyusunan paper, maupun skripsi, serta memberikan dasar-dasar mengemukakan pendapat dan pikiran secara argumentatif, sistematis, logis, dan kritis, baik lisan maupun tulisan. Salah satu titik berat buku yang ditulis ini adalah Argumentasi. Buku ini merupakan rangkaian dari buku Komposisi-yang sudah mengalami beberapa kali cetak ulang — Diksi dan Gaya Bahasa, dan Eksposisi dan Deskripsi dari penulis yang sama.

 

 

Penalaran Deduktif & Induktif

Pengertian Penalaran

Menurut Gorys Keraf, penalaran adalah suatu proses berpikir yang menghubungkan fakta – fakta untuk memperoleh suatu kesimpulan yang logis. Penalaran tidak hanya dapat dilakukan dengan memakai fakta – fakta yang polos, tetapi penalaran juga dapat menggunakan fakta – fakta yang berbentuk pendapat atau kesimpulan. Sebagai mahasiswa, kita dituntut untuk mepunyai penalaran yang sangat peka terhadap setiap mata kuliah maupun keadaan yang terjadi disekitarnya. Sedangkan dalam buku Cermat Berbahasa Indonesia karangan E. Zaenal Arifin dan S. Amran Tasai, penalaran adalah suatu proses berpikir manusia untuk menghubung-hubungkan data atau fakta yang ada sehingga sampai pada suatu simpulan. Secara umum penalaran dapat diartikan sebagai proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.

Metode Penalaran, Induktif & Deduktif

  • Penalaran Induktif

Induksi / induktif adalah suatu proses berpikir yang bertolak dari sejumlah fenomena individual untuk menurunkan suatu kesimpulan (inferensi). Proses penalaran ini mulai bergerak dari penelitian dan evaluasi atas fenomena-fenomena yang ada. Karena semua fenomena harus diteliti dan dievaluasi terlebih dahulu sebelum melangkah lebih jauh ke penalaran induktif, maka proses penalaran itu juga disebut sebagai corak berpikir yang ilmiah. Namun induksi sendiri tak akan banyak manfaatnya kalau tidak diikuti oleh proses penalaran deduktif.

 

 

  • Penalaran Deduktif

Sebagai suatu istilah dalam penalaran, deduktif / deduksi adalah merupakan suatu proses berpikir (penalaran) yang bertolak dari sesuatu proposisi yang sudah ada, menuju kepada suatu proposisi baru yang berbentuk suatu kesimpulan. Dari pengalaman-pengalaman hidup kita, kita sudah membentuk bermacam-macam proposisi, baik yang bersifat umum maupun bersifat khusus. Dalam penalaran deduktif, penulis tidak perlu mengumpulkan fakta-fakta. Yang perlu baginya adalah suatu proposisi umum dan suatu proposisi yang mengidentifikasi suatu peristiwa khusus yang bertalian dengan suatu proposisi umum tadi. Bila identifikasi yang dilakukannya itu benar, dan kalau proposisinya itu juga benar, maka dapat diharapkan suatu kesimpulan yang benar. Uraian mengenai proses berpikir deduktif ialah seperti silogisme kategorial, entimem, rantai deduksi, silogisme alternatif, silogisme hipotesis dan sebagainya. Contoh: Masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status sosial.

Kalimat-kalimat tanya, perintah, harapan, dan keinginan tidak pernah mengandung proposisi. Inferensi berasal dari kata Latin inferre yang berarti menarik kesimpulan. Implikasi juga berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata implicare yang berarti melibat atau merangkum. Dalam logika, juga dalam bidang ilmiah lainnya, inferensi adalah kesimpulan yang diturunkan dari apa yang ada atau dari fakta-fakta yang ada. Sedangkan implikasi adalah rangkuman, yaitu sesuatu dianggap ada karena sudah dirangkum dalam fakta atau evidensi itu sendiri. Untuk membuktikan suatu kebenaran, argumentasi mempergunakan prinsip-prinsip logika sebagai telah dikemukakan diatas. Logika merupakan suatu cabang ilmu yang berusaha menurunkan kesimpulan-kesimpulan melalui kaidah-kaidah formal yang absah (valid). Istilah benar dan salah pertama-tama dipergunakan dalam argumentasi. Sebaliknya, untuk logika dipergunakan istilah absah (valid) dan tak absah (invalid).

Penalaran atau Logika memusatkan perhatiannya pada proses berpikir, sedangkan retorika memusatkan perhatiannya pada isi, pada kebenaran yang nyata yang ada di alam.

Dasar yang harus diperhatikan sebagai titik tolak argumentasi adalah:

1. Penulis harus mengetahui serba sedikit tentang subyek yang akan dikemukakannya, sekurang-kurangnya mengenai prinsip-prinsip ilmiahnya. Dengan demikian, penulis dapat memperdalam masalah dengan penelitian, observasi, dan autoritas untuk memperkuat data dan informasi yang telah diperolehnya.

2. Penulis harus bersedia mempertimbangkan pandangan-pandangan atau pendapat-pendapat yang bertentangan dengan pendapatnya sendiri. Dengan tujuan untuk mengetahui apakah diantara fakta-fakta yang diajukan lawan ada yang dapat dipergunakannya, sehingga justru akan memperlemah pendapat lawan.

3. Penulis harus berusaha untuk mengemukakan pokok persoalannya dengan jelas, harus menjelaskan mengapa ia harus memilih topik tersebut. Sementara itu pula, ia harus mengemukakan konsep-konsep dan istilah-istilah yang tepat.

4. Penulis harus menyelidiki persyaratan mana yang masih diperlukan bagi tujuan-tujuan lain yang tercakup dalam persoalan yang dibahas, dan sampai dimana kebenaran dari pernyataan yang telah dirumuskannya itu.

5. Dari semua maksud dan tujuan yang terkandung dalam persoalan itu, maksud mana yang lebih memuaskan penulis untuk menyampaikan masalahnya.

 

Untuk membatasi persoalan dan menetapkan titik ketidaksesuaian, maka sasaran yang harus ditetapkan untuk diamankan oleh setiap penulis argumentasi adalah:

1. Argumentasi harus mengandung kebenaran untuk mengubah sikap dan keyakinan orang mengenai topik yang akan diargumentasikan

2. Penulis harus berusaha untuk menghindari setiap istilah yang dapat menimbulkan prasangka tertentu.

3. Sering timbul ketidaksepakatan dalam istilah-istilah. Sedangkan tujuan argumenasi adalah menghilangkan ketidaksepakatan.

4. Pengarang harus menetapkan secara tepat titik ketidaksepakatan yang akan diargumentasikan.

Langkah-langkah penulis sebelum mengemukakan argument, diantaranya:

1. Proses pengumpulan bahan-bahan yang diperlukan.

2. Rencana penyusunan yang baik atau terarah.

Argumentasi harus terdiri dari, pendahuluan adalah tidak lain dari pada menarik perhatian pembaca, memusatkan perhatian pembaca kepada argumen-argumen yang akan disampaikan, serta menunjukkan dasar-dasar mengapa argumentasi itu harus dikemukakan dalam kesempatan tersebut. Karena sebuah argumentasi harus memancarkan kebenaran atau sebuah tenaga yang kuat untuk mempengaruhi sikap pembaca, maka tidak boleh ada hal-hal yang kontroversial dimasukkan ke dalam pendahuluan. Penulis harus berusaha untuk menyegarkan kembali ingatan pembaca tentang latar belakang dan seluk-beluknya sebelum memasuki argumentasi itu sendiri. Untuk menetapkan apa dan berapa banyak bahan yang diperlukan dalam bagian pendahuluan, maka penulis mempertimbangkan beberapa segi, yaitu

1.  Penulis harus menegaskan mengapa persoalan itu dibicarakan pada saat ini. Bila dianggap waktunya tepat untuk mengemukakan persoalan itu, serta dapat dihubungkan dengan peristiwa-peristiwa lainnya yang mendapat perhatian saat ini, maka fakta-faktanya merupakan suatu titik tolak yang sangat baik.

2.  Penulis harus menjelaskan latar belakang historis yang mempunyai hubungan langsung dengan persoalan yang akan diargumentasikan, sehingga dengan demikian pembaca dapat memperoleh pengertian dasar mengenai hal tersebut.

3.  Pendahuluan harus harus jelas dibedakan persoalan-persoalan yang menyangkut selera dan persoalan-persoalan yang membawa ke konklusi yang obyektif.

Tubuh argumen, pengarang harus terus-menerus menempatkan dirinya di pihak pembaca, misalnya dengan menanyakan: apakah evidensi itu dapat diterima bila ia berada di tempat pembaca, apakah evidensi itu sungguh-sungguh mempunyai pertalian dengan pokok persoalan, apakah tidak ada cara lain yang lebih baik, dan sebagainya. Perlu ditegaskan, pengungkapan evidensi itu harus merupakan suatu proses yang selektif, dengan menampilkan bahan-bahan yang terbaik saja serta menolak evidensi-evidensi yang kurang baik.

Kesimpulan dan ringkasan. Dengan tidak mempersoalkan topik mana yang dikemukakan dalam argumentasi, penulis harus menjaga agar konklusi yang disimpulkannya tetap memelihara tujuan, dan menyegarkan kembali ingatan pembaca tentang apa yang telah dicapai, dan kenapa konklusi-konklusi itu diterima sebagai sesuatu yang logis. Dalam tulisan-tulisan biasa, dimana tidak boleh dibuat kesimpulan-kesimpulan, maka dapat dibuat ringkasan dari pokok-pokok yang penting sesuai dengan urutan argumen-argumen dalam tubuh karangan itu.

NARASI

Narasi bisa berisi fakta, bisa pula fiksi atau rekaan, yang direka-reka atau dikhayalkan oleh pengarangnya saja. Yang berisi fakta adalah biografi (riwayat hidup seseorang), otobiografi (riwayat hidup seseorang yang ditulisnya sendiri), kisah-kisah sejati seperti “Pengalaman yang Tidak Terlupakan”, “Kisah Sejati”, dan lainnya yang banyak ditemukan di dalam media massa. Yang berisi rekaan atau fiksi adalah novel, cerita pendek, cerita bersambung, dan cerita bergambar. Di dalam sebuah narasi, bisa terdapat sebuah alur saja, bisa pula lebih. Bisa pula terdapat sebuah alur utama dan beberapa buah alur tambahan atau sub-plot. Narasi yang tidak sempurna merupakan narasi yang tanpa konflik. Namun dalam kisah perjalanan, tekanan biasanya diberikan pada deskripsi atau penggambaran segala sesuatu yang diamati selama perjalanan itu, atau eksposisi yang menyingkapkan hal-hal yang selama ini tidak diketahui oleh orang, atau menjawab pertanyaan ‘Mengapa?’ dan ‘Bagaimana?’ Alur itu memiliki latar waktu dan latar tempat. Untuk mempertajam suatu kejadian, maka diperlukan beberapa latar lainnya seperti latar sosial, latar budaya, latar ekonomi, latar politik pemerintahan, dan berbagai latar lainnya. Warna lokal yang tajam menggambarkan bukan saja waktu dan tempat terjadinya peristiwa, tetapi juga sosial budaya serta semua hal-hal yang dibicarakan, sehingga cerita yang sama tidak bisa terjadi di tempat lain atau pada waktu yang lain. Dalam Bahasa Inggris, istilah Point of View, dalam kaitannya dengan narasi, bukan saja berarti ‘sudut pandang’, tetapi lebih dalam dari itu, karena menyangkut struktur dramatikal sebuah narasi. Ini menyangkut siapa yang ‘bercerita’ di dalam narasi itu, dan ini sangat mempengaruhi struktur cerita. Oleh karena itu, Point of View di dalam buku Menulis Secara Populer, diterjemahkan dengan ‘posisi narator’. Dalam sebuah narasi tentulah ada yang bercerita, yang menceritakan kepada pembaca apa saja yang terjadi. Pada satu ujung kita melihat ada cerita yang memakai ‘aku’ atau ‘saya’ sebagai tokoh utama dalam cerita itu. Dengan sendirinya apa yang kita dapatkan dari cerita itu adalah apa-apa yang dilihat, didengar, serta dialami oleh ‘aku’ itu. Narasi seperti itu sering disebut sebagai narasi dengan posisi ‘orang pertama’ atau ‘Aku-an’. Pada ujung lain kita temukan cerita yang naratornya tidak kelihatan, tetapi dia mengetahui semua peristiwa, semua perasaan, dan pikiran semua tokoh di dalam cerita tersebut. Cerita seperti ini selalu memakai bentuk orang ketiga, yaitu ‘dia’. Posisi narator disini adalah seperti  yang serba tahu, yang omniscient, istilah inggrisnya. dan narasi seperti ini sering disebut sebagai narasi ‘Dia-an’. Berdasarkan pada buku yang berjudul ‘Argumentasi dan Narasi’ karya Gorys Keraf, pengertian narasi mencakup dua unsur dasar yaitu perbuatan atau tindakan yang terjadi dalam suatu rangkaian waktu. Apa yang telah terjadi tidak lain dari pada tindak-tanduk yang dilakukan oleh orang-orang atau tokoh-tokoh dalam suatu rangkaian waktu. Narasi mengisahkan suatu kehidupan yang dinamis dalam suatu rangkaian waktu. Narasi dibatasi sebagai suatu bentuk wacana yang sasaran utamanya adalah tindak-tanduk yang dijalin dan dirangkaikan menjadi sebuah peristiwa yang terjadi dalam suatu kesatuan waktu. Atau dapat juga, narasi adalah suatu bentuk wacana yang berusaha menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang telah terjadi. Ada narasi yang hanya bertujuan untuk memberi informasi kepada para pembaca, agar pengetahuannya bertambaha luas, yaitu

 narasi ekspositoris. Disamping itu juga ada narasi yang disusun dan disajikan sekian macam, sehingga mampu menimbulkan daya khayal para pembaca. Ia berusaha menyampaikan sebuah makna kepada para pembaca melalui daya khayal yang dimilikinya, narasi semacam ini disebut narasi sugestif.

 

  1. Narasi Ekspositoris

Narasi ekspositoris bertujuan untuk menggugah pikiran para pembaca untuk mengetahui apa yang dikisahkan. Sasaran utamanya adalah rasio, yaitu berupa perluasan pengetahuan para pembaca sesudah membaca kisah tersebut. Narasi ekspositoris yang bersifat generalisasi adalah narasi yang menyampaikan suatu proses yang umum, yang dapat dilakukan siapa saja, dan dapat pula dilakukan secara berulang-ulang. Misalnya suatu wacana naratif yang menceritakan bagaiman seorang menyiapkan nasi goreng, bagaimana membangun sebuah kapal dengan mempergunakan bahan fero-semen, dan sebagainya. Narasi yang bersifat khusus adalah narasi yang berusaha menceritakan suatu peristiwa yang khas, yang hanya terjadi satu kali dan yang tidak dapat diulang kembali, karena merupakan kejadian pada suatu waktu tertentu saja. Misalnya narasi mengenai pengalaman seseorang yang pertama kali masuk sebuah perguruan tinggi, pengalaman seorang pertama kali mengarungi samudera luas, pengalaman seorang gadis yang pertama kali menerima curahan kasih dari seorang pria idamannya.

  1. Narasi Sugestif

Narasi sugestif merupakan suatu rangkaian peristiwa yang disajikan sekian macam sehingga merangsang daya khayal para pembaca. Pembaca menarik suatu makna baru di luar apa yang diungkapkan secara eksplisit, yaitu sesuatu yang tersurat mengenai obyek atau subyek yang bergerak dan bertindak, sedangkan makna yang baru adalah sesuatu yang tersirat.

 

 

 

 

 

 

Perbedaan pokok antara narasi ekspositoris dan narasi sugestif adalah:

Narasi Ekspositoris Narasi Sugestif
1. Memperluas pengetahuan. 1. Menyampaikan suatu makna atau suatu amanat yang tersirat.
 

2. Menyampaikan informasi mengenai suatu kejadian.

 

2. Menimbulkan daya khayal.

 

3. Didasarkan pada penalaran untuk mencapai kesepakatan rasional.

 

3. Penalaran hanya berfungsi sebagai alat untuk menyampaikan makna, sehingga jika perlu penalaran dapat dilanggar.

 

4. Bahasanya lebih condong ke bahasa informatif dengan titik berat pada penggunaan kata-kata denotative.

 

4. Bahasanya lebih condong ke bahasa figuratif dengan menitikberatkan penggunaan kata-kata konotatif.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Leave a comment